Sewaktu
para sufi menonton film Innocence of Islam yang membuat umat Islam
sedunia marah, tiba-tiba ustadz Dul Wahab diiringi 20 orang pengikutnya datang
bertamu. Dengan suara tinggi di teras musholla ustadz Dul Wahab menyatakan
ingin ketemu Guru Sufi. Tanpa basa-basi ia menyatakan ingin mengetahui
bagaimana sikap Guru Sufi terhadap kasus penghinaan Nabi Muhammad dan sekaligus
ingin mengajak para sufi untuk melakukan unjuk rasa Anti Amerika.
Sufi
tua yang duduk di teras musholla buru-buru berdiri dan memberitahu ustadz Dul
Wahab bahwa Guru Sufi sedang ke luar pesantren untuk takziah. “Sebelum
mengambil tindakan, lebih baik sampean menonton dulu film yang bikin ribut
itu,” kata Sufi tua mengajak ustadz Dul Wahab menonton film innocence of Islam
yang sedang diputar dan ditonton para santri itu. Ingin tahu bagaimana isi
sebenarnya film yang membikin heboh itu, ustadz Dul Wahab dan pengikutnya masuk
dan ikut menonton. Beberapa saat kemudian, suasana menjadi gaduh karena para
pengikut ustadz Dul Wahab berteriak-teriak marah mengomentari film yang berisi
penistaan terhadap Nabi Muhammad Saw tersebut. Setelah film berdurasi pendek
itu selesai, para sufi memutar film lanjutan berjudul “Why The West Should
Kill Ghaddafy“.
Setelah usai menonton dua film itu, ustadz Dul Wahab bertanya kepada Sufi
tua,”Kang, apakah film yang kedua itu diputar juga di Libya?”
“Ya
pasti,tadz,” sahut Sufi tua,”Bukan hanya di Libya tapi di seluruh Afrika dan
dunia Islam, termasuk di Indonesia.”
“Pantas orang Libya marah dan kemudian membunuh Dubes AS dalam aksi unjuk
rasa. Rupanya, banyak orang Libya yang menyesal atas tewasnya Khaddafy yang
ternyata sudah dirancang Barat,” kata ustadz Dul Wahab manggut-manggut,”Tapi
siapa yang membuat film itu?”
“Ya
orang Amerika sendiri,” sahut Sufi tua. “Kita tidak boleh membiarkan Amerika
bertindak sewenang-wenang terhadap umat Islam, kang. Kita harus melawan. Mari
kita lakukan aksi anti Amerika besar-besaran,” kata ustadz Dul Wahab
berapi-api.
“Lho
film itu yang bikin bukan pemerintah Amerika. Film itu dibikin imigran Amerika
asal Mesir keturunan Ramses III dari budak perempuan Yahudi anak Qarun yang
jiwa dan pikirannya tertutup dari Kebenaran Haqqi qi. Jadi jangan buru-buru
Anti Amerika karena Negara itu tidak tahu-menahu dengan film bikinan Bani
Fir'aun - Qarun itu.”
“Sampeyan
ini bagaimana sih kang, ada Nabinya dihina anak cucu Fir'aun dan Qarun kok diam
saja. Apa sampeyan itu sudah kehilangan iman?” sergah ustadz Dul Wahab marah.
“Bukan
diam tapi kita harus benar dan tidak sekedar marah jika mereaksi sesuatu,”
sahut Sufi tua datar,”Jika kita memang marah terhadap makhluk kafir pembuat
film itu, kita tidak boleh marah-marah dan gelap mata melakukan aksi
demonstrasi kepada pemerintah Amerika dengan membakar kedutaan Amerika dan
membunuh duta besar beserta staff serta mengutuk semua hal yang terkait
Amerika."
"Menurut sampeyan, bagaimana sikap terbaik mengatasi kasus ini?"
"Sederhana saja, menurutku pribadi," kata Sufi tua
menjelaskan,"Kita kumpulkan dana, lalu cari pembunuh bayaran di antara
warga Amerika: bunuh orang yang membuat film itu. Itu logika yang kuanggap
benar dan kuanggap relevan di mana masalah perorangan diselesaikan secara
perorangan. Itu tindakan benar yang pernah dilakukan Imam Khomaeny ketika
mengeluarkan fatwa menghukum mati anak haram, Salman Rushdie, yang telah
menghina Nabi Muhammad Saw dalam kasus novel Ayat-ayat Setan.”
“Tapi
momen anti Amerika akan menguap sia-sia jika sekarang kita tidak mereaksi
apa-apa terhadap film laknat itu,” sahut ustadz Dul Wahab. “Lha sampeyan niat
awalnya saja sudah memendam rasa anti Amerika,” kata Sufi tua,”Sehingga ada
momen apa pun jadinya sampeyan gunakan untuk meluapkan rasa anti Amerika itu.”
“Apa
sampeyan tidak anti Amerika?” tanya ustadz Dul Wahab tidak suka.
“Untuk apa anti Amerika, karena di Amerika ada banyak warganegara muslim dan
orang-orang yang hidup sengsara ditindas dan dieksploitasi para kapitalis. Jadi
kalau mau benci dan anti, benci dan antilah terhadap para kapitalis Amerika
sebagaimana rakyat Amerika benci dan anti Wall Street. Jangan semua hal
yg berbau Amerika lantas dibenci habis-habisan,” kata Sufi tua
berargumen.
Tiba-tiba Guru Sufi muncul sambil mengucap salam dan masuk. Ustadz Dul Wahab
buru-buru mencegat dan bertanya,”Kenapa pesantren sampeyan adem-ayem dan
sepi-sepi saja, kang? Kenapa sikap sampeyan dengan yang lain seperti sama,
yaitu tidak perduli dengan penghinaan terhadap Nabi Muhammad? Apa tidak ada
rasa hormat sampeyan terhadap Nabi Muhammad? Bagaimana ini?”
“Rasa cinta dan hormat kami kepada Rasulullah Saw tidak bisa digoyahkan oleh
orang-orang kafir sesat yang tidak memperoleh hidayah sehingga tidak mampu
melihat dan mempersaksikan fakta keagungan, kemuliaan, kebesaran, kesucian, dan
keabadian Nabi Muhammad Saw,” sahut Guru Sufi. Ustadz Dul Wahab termangu-mangu
mendengar jawaban Guru Sufi. Sebentar kemudian ia bertanya,”Sebentar kang,
sampeyan bilang keagungan, kemuliaan, kebesaran, kesucian, dan keabadian Nabi
Muhammad. Itu bagaimana penjelasannya? Kalau agung, mulia dan besar saya bisa
faham. Tapi suci dan abadi? Apa itu bukan pandangan musyrik yang menyekutukan
Muhammad dengan Allah?”
“Memang Nabi Muhammad Saw itu suci, karena sebagai Nabi beliau itu
Maksum, yaitu suci dari dosa sehingga dengan kesucian itu beliau menjadi
wasilah tertinggi. Bukti bahwa Muhammad Saw itu suci, beliau dijadikan wahana
oleh Yang Mahasuci untuk menyampaikan Sabda Suci-Nya kepada manusia. Mana
mungkin sesuatu yang suci dari Yang Mahasuci disampaikan lewat yang tidak
suci,” kata Guru Sufi menjelaskan.
“Kalau abadi?” tukas ustadz Dul Wahab garuk-garuk kepala,”Bukankah hanya Allah
Yang Abadi? Bukankah Muhammad sudah mati dan itu bukti bahwa dia tidak abadi?”
“Jiwa dan pikiran sampeyan hampir sama dan sebangun dengan jiwa
dan pikiran orang-orang yang membuat film Innocence of Islam, Fitna, Kartun
Nabi, Salman Rushdie, dan orang-orang kafir sesat yang hanya memahami dan
memaknai segala sesuatu berdasar pandangan yang fisikal-materialis,
empirik-positivistik, kasat mata, stigmatik” kata Guru Sufi.
“Apa
maksud sampeyan menyamakan pandangan saya dengan pandangan orang sesat?” sahut
ustadz Dul Wahab tidak senang dengan suara ditekan tinggi.
“Sampeyan
cenderung melihat semua fenomena hanya didasarkan pada fenomena
empirik-positivistik dan fisikal-materialistik serta yang kasat mata belaka,”
kata Guru Sufi.
"Maksudnya bagaimana itu?" tanya ustadz Dul Wahab serius.
”Contohnya, selama ini sampeyan cenderung memahami dan memaknai Nabi
Muhammad Saw hanya terbatas pada wujud fisik beliau sebagai basyar yang sudah
wafat dan tidak bisa berhubungan lagi secara fisik dengan manusia yang hidup di
dunia. Pemahaman sampeyan itu tidak beda dengan pandangan orang-orang sesat
yang berpikiran empirik-positivistik, fisikal-materialistik.”
“Apa
alasannya? Apa dasar sampeyan menyimpulkan begitu? Adakah sampeyan bisa
membuktikan bahwa Nabi Muhammad itu abadi?” sergah ustadz Dul Wahab marah.
“Ya
bisa, jika kita gunakan pemikiran Post Hegemony, yaitu kerangka pemikiran yang
sudah digunakan para sufi sejak zaman kuno,”kata Guru Sufi. “Apa itu pemikiran
Post Hegemony?”
“Pemikiran yang tidak dihegemoni paradigm, dogma. doktrin, dan mitos
pemikiran filsafat yang bersifat positivistik, materialistik, empirik,
impersonal, strukturalis, pragmatis, stigmatis,” kata Guru Sufi memaparkan.
“Jangan berbelit-belit, kang, aku tidak faham,” sahut ustadz Dul Wahab
penasaran, ”Jelaskan dengan singkat, bagaimana menurut pikiran Post Hegemony
kok bisa memandang seorang manusia bisa abadi seperti Tuhan?”
“Berdasar pandangan material-empirik-positivistik, secara fisikal-basyari
Nabi Muhammad Saw memang sudah wafat,” kata Guru Sufi menjelaskan, ”Tapi
tahukah sampeyan bahwa di balik fakta yang fisikal-basyari itu, sejatinya
nama Muhammad Saw telah menjadi fakta isim-insaani yang abadi dalam
rentang waktu 1400 tahun. Maksudnya, sepanjang 1400 tahun lebih, setiap detik,
menit, jam, dan hari tidak ada waktu yang terluang dari umat Islam untuk tidak
menyebut, memuliakan, memuji, menghormat, dan merindukan Muhammad Saw. Itulah
fakta isim-insaani, yaitu realitas yang menunjuk bahwa Muhammad Saw telah
menjadi satu-satunya manusia di dunia yang namanya disebut-sebut, dimuliakan,
dipuji, dihormati, dan dirindukan oleh beratus-ratus juta umat Islam setiap
waktu selama 1400 tahun tanpa henti. Itu fakta isim-insaani di mana nama
Muhammad Saw disebut terus-menerus tanpa henti dalam shalat fardlu, shalat
sunnah, shalawat, kasidah burdah, maulid diba’, kasidah barzanji, ratib haddad,
shalawat mentaraman, dzikr al-khafi, dzikr jahri, dzikr al-lisan, dzikr
an-nafs, dzikr al-qalb, dzikr ar-ruh, dzikr as-sirr, dzikr akhfa al-khafi,
istighotsah, hizb, hafalan hadits, dst, dst….” Ustadz Dul Wahab
termangu-mangu mendengar penjelasan Guru Sufi. Ia berusaha memahami
penjelasan Guru Sufi yang nyatanya tidak sederhana dan tidak gampang diterima
oleh kerangka berpikir orang-orang berdaya nalar sederhana sepertinya.
“Begini lho, ustadz,” tukas Sufi tua menyela,”Kalau dimasukkan dalam
guinness book of the record, pasti Nabi Muhammad Saw menduduki urutan pertama
sebagai manusia yang namanya paling abadi disebut umat manusia karena sepanjang
1400 tahun lebih, nama Muhammad Saw disebut orang tanpa henti sedetik pun.
Adakah manusia yang bisa menandingi fakta tak tersanggah ini?”
“Bahkan bukan hanya nama yang abadi, tetapi Sabda Allah yang disampaikan oleh
Muhammad Saw pun terbukti abadi selama 1400 tahun lebih. Fakta isim-haqq ini
membuktikan bahwa Al-Qur’an adalah satu-satunya kitab yang dibaca tanpa henti
sedetik pun selama 1400 tahun lebih, baik dalam shalat fardlu, shalat sunnah,
hafalan ayat-ayat, dzikr, istighotsah, yasinan, tahlilan, batsul masa’il,
taddarus, hizb, wirid, doa, ceramah agama, khutbah, kajian-kajian, musabaqah
tilawah al-qur’an, dst, dst…” sahut Sufi Kenthir menimpali.
“Adalah fakta juga bahwa Maulid Diba’, khasidah pepujian yang disusun
Syaikh Jalil Abdurrahman Diba’ pada abad 8 Hijriyah ikut abadi,” tukas Sufi
Sudrun menambahi,”Sebab sejak abad 8 Hijriyah hingga abad 14 hijriyah ini,
kitab Maulid Diba’ yang digubah Syaikh Jalil Abdurrahman Diba' telah dibaca
setiap hari oleh berjuta-juta umat Islam di seluruh dunia. Adakah karya sastera
ciptaan sasterawan Amerika, Inggris, Jerman, Perancis, Rusia yang bisa
menandingi keabadian karya Syaikh Jalil Abdurrahman Diba’ yang setiap hari
dibaca oleh jutaan orang tanpa henti sehari pun itu?”
“Begitulah ustadz,” kata Guru Sufi dengan suara merendah,”Pandangan kami yang
secara keren oleh kawan-kawan disebut Post Hegemony ini tidak akan terpengaruh
sedikit pun dengan kebodohan yang dilakukan orang-orang jahil sesat yang tidak
memperoleh hidayah Allah, yaitu orang-orang yang mata hatinya telah dibutakan,
telinga jiwanya ditulikan, dan mulut nuraninya dibisukan oleh kezhaliman nafs
mereka sendiri sehingga tidak mampu menangkap realitas haqqi qi yang tergelar
di hadapannya. Sungguh, saya justru kasihan kepada saudara-saudara saya seiman
yang masih menggunakan kerangka pikir primitif yang bersifat empirik-
materialis - positivistik-stigmatik sebagaimana kerangka pikir dan sudut
pandang orang-orang jahil yang disesatkan oleh kezhaliman nafsnya
itu.”
Sumber : Notes FB Agus Sunyoto II