Jumat, 21 Desember 2012

Kidung Rumekso Ing Wengi – Kidung Mantra Kanjeng Sunan Kalijogo


Video Courtesy of Youtube 

Ana kidung rumeksa ing wengi,
teguh ayu luputa ing lara,
luputa bilahi kabeh,
jin setan datan purun,
paneluhan tan ana wani,
miwah panggawe ala,
gunane wong luput,
geni anemahan tirta,
maling adoh tan ana ngarah ing kami,
guna duduk pan sirna.

Sakehin lara pan samja bali,
sakehing ama sami miruda,
welas asih pandulune,
sakehing bradja luput,
kadi kapuk tibanireki,
sakehing wisa tawa,
sato kuda tutut,
kayu aeng lemah sangar songing landak,
guwaning mong lemah miring,
mjang pakiponing merak.

Pagupakaning warak sakalir,
nadyan artja mjang sagara asat,
satemah rahayu kabeh,
dadi sarira aju,
ingideran mring widhadari,
rinekseng malaekat,
sakatahing rusuh,
pan dan sarira tunggal,
ati Adam utekku Bagenda Esis,
pangucapku ya Musa.

Napasingun Nabi Isa luwih,
Nabi Yakub pamiyarsaningwang,
Yusuf ing rupaku mangke,
Nabi Dawud swaraku,
Yang Suleman kasekten mami,
Ibrahim nyawaningwang,
Idris ing rambutku,
Bagendali kulitingwang,
Abu Bakar getih,
daging Umar singgih,
balung Bagenda Usman.

Sungsumingsun Fatimah Linuwih,
Siti Aminah bajuning angga,
Ayub minangka ususe,
sakehing wulu tuwuh,
ing sarira tunggal lan Nabi,
Cahyaku ya Muhammad,
panduluku Rasul,
pinajungan Adam syara",
sampun pepak sakatahing para nabi,
dadi sarira tunggal.


Wiji sawiji mulane dadi,
pan apencar dadiya sining jagad,
kasamadan dening Dzate,
kang maca kang angrungu,
kang anurat ingkang nimpeni,
rahayu ingkang badan,
kinarya sesembur,
winacaknaing toja,
kinarya dus rara tuwa gelis laki,
wong edan dadi waras.

Lamun arsa tulus nandur pari
puwasaa sawengi sadina,
iderana gelengane,
wacanen kidung iki,
sakeh ama tan ana wani,
miwah yen ginawa prang
wateken ing sekul,
antuka tigang pulukan,
mungsuhira lerep datan ana wani,
teguh ayu pajudan.

Lamun ora bisa maca kaki,
winawera kinarya ajimat,
teguh ayu penemune,
lamun ginawa nglurug,
mungsuhira datan udani,
luput senjata uwa,
iku pamrihipun,
sabarang pakaryanira,
pan rineksa dening
Yang Kang Maha Suci,
sakarsane tineken.

Lamun ana wong kabanda kaki,
lan kadenda kang kabotan utang,
poma kidung iku bae,
wacakna tengah dalu,
ping salawe den banget mamrih,
luwaring kang kabanda,
kang dinenda wurung,
dedosane ingapura,
wong kang utang sinauran ing Yang Widdhi,
kang dadi waras.

Sing sapa reke arsa nglakoni,
amutiha amawa,
patang puluh dina wae,
lan tangi wektu subuh,
lan den sabar sukur ing ati,
Insya Allah tineken,
sakarsanireku,
njawabi nak - rakyatira,
saking sawab ing ilmu
pangiket mami,
duk aneng Kalijaga.

Link download Kidung Rumekso Ing Wengi
>> MP3 di sini 
>> Video di sini 

Kenikmatan Ibadah Berkat Bakti Pada Orang Tua




Dalam suatu kesempatan, Allah SWT memberikan wahyu kepada Nabi Sulaiman a.s. untuk pergi ke laut agar melihat sesuatu yang mengagumkan dan mendapati hikmah di baliknya.

Nabi Sulaiman a.s. pun keluar dari istananya menuju laut bersama-sama jin dan manusia.

Sesampainya di tepi laut, beliau tak melihat sesuatu yang menarik perhatiannya, lantas Nabi Sulaiman a.s. berkata kepada Jin Ifrit : "Menyelamlah engkau ke dasar laut ini dan kembalilah dengan membawa sesuatu yang menarik di dalamnya."

Jin ifrit pun menyelam hingga lama dan kembali lagi, lalu berkata : "Wahai Nabi Sulaiman, sungguh aku telah menyelam ke dalam laut dengan perjalanan yang amat jauh, tetapi tidak sampai ke dasarnya dan juga tidak kulihat sesuatu yang menarik."
Kemudian Nabi Sulaiman a.s. memerintahkan Jin yang lain.

Sama halnya dengan jin yang pertama, ia tidak juga menemukan sesuatu pun yang menarik. Walaupun jin yang kedua ini menyatakan telah menyelam sebanyak dua kali.
Lalu Nabi Sulaiman a.s. memerintah seorang manusia yaitu Ashif bin Burkhiya, menteri beliau yang telah disebut dalam Al-Qur'an sebagai orang yang mengerti ilmu kitab.

Melalui Ashif, akhirnya Nabi Sulaiman a.s. dibawakan kubah yang mempunyai 4 pintu, masing-masingnya terbuat dari : intan, yaqut, mutiara, dan zabarjad yang hijau.
Lalu pintu kubah itu terbuka seluruhnya, namun setetes air pun tidak ada yang masuk ke dalamnya, padahal kubah itu berada di dasar laut yang paling dalam.

Di dalam kubah terdapat seorang pemuda yang berpakaian bersih dan baik sedang melaksanakan shalat.

Nabi Sulaiman a.s. masuk ke dalamnya dan mengucapkan salam lalu berkata kepada pemuda itu : "Apakah yang membuatmu bisa bertempat tinggal di dasar laut ini ?"

Pemuda itu menjawab : "Wahai Nabi Allah, sesungguhnya ayahku itu orang yang lumpuh dan ibuku tuna netra, aku selalu berusaha melayani mereka selama 70 tahun."
Ketika ibuku akan meninggal dunia, beliau berdo'a : "Ya Allah, berilah anakku usia yang panjang untuk ibadah kepada-Mu."

Begitu juga ketika ayahku akan meninggal dunia, beliau berdo'a : "Ya Allah, berilah anakku kesempatan untuk beribadah pada-Mu di suatu tempat yang kiranya tidak bisa dilalui oleh syaitan."

Setelah aku memakamkan jenazah ibu dan ayahku, lalu aku pergi menuju tepi laut ini dan kulihat kubah ini persis dihadapanku. Aku pun masuk ke dalam kubah tersebut untuk melihat keindahan di dalamnya. Akhirnya sesosok Malaikat datang kepadaku dan membawaku bersamanya ke dalam laut ini.

Nabi Sulaiman a.s. bertanya : "Kira-kira kapankah kau sampai ke tepi laut ini ?"

Pemuda itu menjawab : "Kira-kira pada zaman Nabi Ibrahim a.s."

Nabi Sulaiman a.s. mengingat tentang sejarah Nabi Ibrahim a.s. yang bisa diperkirakan 2.400 tahun silam. Sungguh pun demikian, pemuda itu masih tetap muda, tak ada satu pun uban di rambut kepalanya.

Nabi Sulaiman a.s. bertanya : "Bagaimanakah minuman dan makananmu ?"

Pemuda itu menjawab : "Setiap hari ada seekor burung hijau yang membawa sesuatu yang kuning di patuknya, lalu aku memakannya. Aku bisa merasakan segala kenikmatan di dunia dengan memakannya. Aku tidak merasa lapar dan haus, panas dingin dan tidur pun tidak ada keinginan lagi, aku tidak merasa susah dan jemu sama sekali".

Nabi Sulaiman a.s. berkata : "Apakah engkau senang untuk ikut bersama kami ? Ataukah kau ingin kukembalikan lagi ke tempatmu ?"

Pemuda itu menjawab : "Wahai Nabi Allah, aku ingin kembali ke tempatku semula."

Dan pada Akhirnya Nabi Sulaiman a.s. memerintahkan Ashif bin Burkhiya untuk mengembalikan pemuda yang berbakti pada kedua orang tuanya itu ke tempatnya semula di dasar lautan yang terdalam demi menikmati keindahan ibadah pada Allah SWT.

(Dikutip dari kitab : "Irsyadul ibad ila sabilir-rasyad")

Seorang Sufi dan Ahli Maksiat




Pada suatu hari, Ibrahim bin Adham didatangi oleh seseorang yang sudah sekian lama hidup dalam kemaksiatan, sering mencuri, selalu menipu, dan tak pernah bosan berzina.

Orang ini mengadu kepada Ibrahim bin Adham : "Wahai tuan guru, aku seorang pendosa yang rasanya tak mungkin bisa keluar dari kubangan maksiat. Tapi, tolong ajari aku seandainya ada cara untuk menghentikan semua perbuatan tercela ini …?"

Ibrahim bin Adham menjawab : "Kalau kamu bisa selalu berpegang pada lima hal ini, niscaya kamu akan terjauhkan dari segala perbuatan dosa dan maksiat.

Pertama, jika kamu masih akan berbuat dosa dan maksiat, maka usahakanlah agar Allah jangan sampai melihat perbuatanmu itu."

Orang itu terperangah : "Bagaimana mungkin, Tuan guru, bukankah Allah selalu melihat apa saja yang diperbuat oleh siapapun …? Allah pasti tahu walaupun perbuatan itu dilakukan dalam kesendirian, di kamar yang gelap, bahkan di lubang semut pun.
" Wahai anak muda, kalau yang melihat perbuatan dosa dan maksiatmu itu adalah tetanggamu, kawan dekatmu, atau orang yang kamu hormati, apakah kamu akan meneruskan perbuatanmu … ? Lalu mengapa terhadap Allah kamu tidak malu, sementara Dia melihat apa yang kamu perbuat … ?"

Orang itu lalu tertunduk dan berkata : "Katakanlah yang kedua, Tuan guru … !"

Kedua, jika kamu masih akan berbuat dosa dan maksiat, maka jangan pernah lagi kamu makan rezeki Allah".

Pemuda itu kembali terperangah : "Bagaimana mungkin, Tuan guru, bukankah semua rezeki yang ada di sekeliling manusia adalah dari Allah semata …? Bahkan, air liur yang ada di mulut dan tenggorokanku adalah dari Allah juga".

Ibrahim bin Adham menjawab : "Wahai anak muda, masih pantaskah kita makan rezeki Allah sementara setiap saat kita melanggar perintahNya dan melakukan laranganNya …? Kalau kamu numpang makan kepada seseorang, sementara setiap saat kamu selalu mengecewakannya dan dia melihat perbuatanmu, masihkah kamu punya muka untuk terus makan darinya … ?"

"Sekali-kali tidak … ! Katakanlah yang ketiga, Tuan guru".

Ketiga, kalau kamu masih akan berbuat dosa dan maksiat, janganlah kamu tinggal lagi di bumi Allah".

Orang itu tersentak : "Bukankah semua tempat ini adalah milik Allah, Tuan guru … ? Bahkan, segenap planet, bintang dan langit adalah milik-Nya juga … ?"

Ibrahim bin Adham menjawab :"Kalau kamu bertamu ke rumah seseorang, numpang makan dari semua miliknya, akankah kamu cukup tebal muka untuk melecehkan aturan-aturan tuan rumah itu sementara dia selalu tahu dan melihat apa yang kamu lakukan …?"

Orang itu kembali terdiam, air mata menetes perlahan dari kelopak matanya lalu berkata : "Katakanlah yang keempat, Tuan guru".

Keempat, jika kamu masih akan berbuat dosa dan maksiat, dan suatu saat malaikat maut datang untuk mencabut nyawamu sebelum kamu bertobat, tolaklah ia dan janganlah mau nyawamu dicabut".

Bagaimana mungkin, Tuan guru …? Bukankah tak seorang pun mampu menolak datangnya malaikat maut … ?"

Ibrahim bin adham menjawab : "Kalau kamu tahu begitu, mengapa masih juga berbuat dosa dan maksiat …? Tidakkah terpikir olehmu, jika suatu saat malaikat maut itu datang justru ketika kamu sedang mencuri, menipu, berzina dan melakukan dosa lainnya … ?"
Air mata menetes semakin deras dari kelopak mata orang tersebut, kemudian ia berkata : "Wahai tuan guru, katakanlah hal yang kelima".

Kelima, jika kamu masih akan berbuat dosa, dan tiba-tiba malaikat maut mencabut nyawamu justru ketika sedang melakukan dosa, maka janganlah mau kalau nanti malaikat Malik akan memasukkanmu ke dalam neraka. Mintalah kepadanya kesempatan hidup sekali lagi agar kamu bisa bertobat dan menambal dosa-dosamu itu".

Pemuda itupun berkata : "Bagaimana mungkin seseorang bisa minta kesempatan hidup lagi, Tuan guru …? Bukankah hidup hanya sekali … ?”

Ibrahim bin Adham pun lalu berkata : "Oleh karena hidup hanya sekali anak muda, dan kita tak pernah tahu kapan maut akan menjemput kita, sementara semua yang telah diperbuat pasti akan kita pertanggung jawabkan di akhirat kelak, apakah kita masih akan menyia-nyiakan hidup ini hanya untuk menumpuk dosa dan maksiat … ?"

Pemuda itupun langsung pucat, dan dengan suara parau menahan ledakan tangis ia mengiba : "Cukup, Tuan guru, aku tak sanggup lagi mendengarnya".

Lalu ia pun beranjak pergi meninggalkan Ibrahim bin Adham. Dan sejak saat itu, orang-orang mengenalnya sebagai seorang ahli ibadah yang jauh dari perbuatan-perbuatan tercela.

Keteguhan Puasa Seorang Hamba




Pada suatu hari dalam perjalanan ibadah haji, seorang Amir (Gubernur) bernama Hajjaj bin Yusuf berhenti di sebagian daerah antara Mekah dan Madinah. Dia minta pelayannya agar mengambilkan makan siang untuknya, lalu berkata : "Carilah seseorang untuk menemaniku makan siang."

Kemudian pengawal itu pergi ke arah gunung. Disana dia menjumpai seorang arab badui yang sedang tidur di antara dua mantelnya. Pengawal itu pun membangunkannya dan berkata : "Kamu dipanggil Amir."

Orang arab badui bangun dari tidurnya dan mendatangi persinggahan Sang Amir.
Sesampainya di tempat, Amir Hajjaj bin Yusuf berkata kepada orang arab badui : "Cucilah tanganmu dan makanlah bersamaku."

Lalu orang arab itu berkata : "Sesungguhnya aku ini diundang oleh pengundang yang lebih baik darimu dan aku pun memenuhi undangannya".

Hajjaj bertanya : "Siapakah dia ... ?"

Orang arab itu menjawab : Allah Yang Maha Agung yang mengajakku untuk berpuasa, aku pun memenuhinya."

Hajjaj bertanya lagi : "Kamu berpuasa dalam keadaan yang begini panas ... ?"

Orang arab menjawab : "Ya, aku berpuasa untuk menghadapi suatu hari yang lebih panas dari pada hari ini."

Hajjaj pun berkata : "Berbukalah sekarang dan besok berpuasa lagi."

Lalu Orang arab itu berkata : "Bila kamu menjamin aku bisa hidup untuk hari esok, maka aku akan berbuka hari ini."

Hajjaj menjawab : "Masalah tersebut di luar kemampuanku."

Lalu orang arab pun berkata : "Bagaimana kamu bisa meminta padaku untuk makan, dan kutinggalkan makanan akhirat yang kamu tidak mampu memberinya."

Mendengar jawaban-jawaban dari arab badui itu, Hajjaj pun menggoda : "Sungguh ini kubawa makanan yang enak lagi nikmat untuk kita makan bersama-sama."

Orang arab itu berkata : "Bukan kamu dan tukang masak yang membuat makanan itu enak, akan tetapi tubuh yang sehatlah yang membuatnya lezat."

Kemudian orang arab itu pun berterima kasih dan mohon pamit pada Hajjaj bin Yusuf untuk meneruskan puasanya dan kembali ke tempatnya semula.

AKIBAT MAKAN KURMA MILIK ORANG LAIN




Selesai menunaikan ibadah haji, Ibrahim bin Adham berniat untuk berziarah ke Masjidil Aqsa. Sebagai bekal diperjalanan, ia membeli kurma dari pedagang tua yang berdagang dekat Masjidil Haram.

Setelah kurma ditimbang dan dibungkus, Ibrahim melihat sebutir kurma terjatuh dari meja, dan berdekatan dengan timbangan. Ia menyangka kurma itu sebahagian dari yang ia beli, dan Ibrahim memungut lalu memakannya.

Kemudian ia terus berangkat menuju Al Aqsa. Empat bulan kemudian, Ibrahim tiba di Al Aqsa. Seperti biasa, ia suka memilih satu tempat beribadah dalam ruangan di bawah Kubah Sakhra. Ia bersolat dan berdoa dengan khusyuk sekali. Tiba tiba ia mendengar percakapan dua Malaikat tentang dirinya.

"Itu, Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang zuhud dan wara' yang do'anya selalu dikabulkan ALLAH SWT", kata malaikat yang satu.

"Tetapi sekarang tidak lagi. Do'anya ditolak kerana empat bulan yang lalu ia memakan sebutir kurma yang jatuh dari meja seorang pedagang tua di dekat Masjidil Haram", jawab malaikat yang satu lagi.

Ibrahim bin Adham terkejut, dan ia merasa cemas sekali, jadi selama 4 bulan ini ibadahnya, solatnya, doanya dan mungkin amalan-amalan lainnya tidak diterima oleh ALLAH SWT gara-gara memakan sebutir kurma yang bukan haknya. "Astaghfirullahal 'adzhim", Ibrahim beristighfar.

Terus ia berkemas untuk berangkat lagi menuju ke Mekkah untuk menemui pedagang tua penjual kurma untuk meminta dihalalkan sebutir kurma yang telah ditelannya.

Begitu sampai di Mekkah ia bergegas terus menuju ke tempat penjual kurma itu, tetapi ia tidak menemui pedagang tua itu melainkan seorang anak muda.

"Empat bulan yang lalu saya membeli kurma di sini dari seorang pedagang tua. Di manakah ia sekarang ?", tanya Ibrahim.

"Ooo ... Beliau sudah meninggal sebulan yang lalu, sekarang saya yang meneruskan pekerjaannya berdagang kurma", jawab anak muda itu.

"Innalillahi wa innailaihi roji'uun, kalau begitu kepada siapakah saya boleh meminta untuk penghalalan … ?".

Kemudian Ibrahim menceritakan peristiwa yang dialaminya.

“Nah, begitulah”, kata Ibrahim setelah bercerita.

"Saudara sebagai ahli waris orang tua itu, bolehkah saudara menghalalkan sebutir kurma milik ayahmu yang terlanjur saya makan tanpa izinnya … ?".

"Bagi saya tidak masalah ... Insya Allah saya halalkan ... Tapi entah dengan saudara-saudara saya yang jumlahnya 11 orang ... Saya tidak berani menghalalkan bagi pihak mereka, karena mereka mempunyai hak waris yang sama dengan saya".

"Tolong berikan alamat saudara-saudaramu, biar saya temui mereka satu persatu".

Setelah menerima alamat, Ibrahim bin Adham pergi menemui saudara-saudara anak muda itu. Meskipun berjauhan, akhirnya urusan itu selesai juga. Mereka semua setuju menghalalkan sebutir kurma milik ayah mereka yang dimakan oleh Ibrahim secara tidak sengaja.

Empat bulan kemudian, Ibrahim bin Adham kembali berada di bawah Kubah Sakhra. Tiba tiba ia mendengar dua malaikat yang dulu terdengar lagi bercakap cakap.

"Itulah Ibrahim bin Adham yang do'anya tertolak gara-gara makan sebutir kurma milik orang lain".

"Ooo, tidak … ! Sekarang do'anya sudah makbul lagi, ia telah mendapat penghalalan dari ahli waris pemilik kurma itu. Diri dan jiwa Ibrahim kini telah bersih kembali dari kotoran sebutir kurma yang haram karena masih milik orang lain. Sekarang beliau sudah bebas".