Kamis, 20 September 2012

Panggilan Rasulullah


قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
(آل عمران : 31 )

”Katakanlah jika kamu mencintai Allah maka ikutilah aku (Nabi Muhammad), niscaya Allah mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosa kamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Ali Imran: 31).

Cinta Allah SWT tersimpan pada Sayyidina Muhammad SAW, sehingga Allah SWT akan mengampuni dosa-dosa hambaNya karena mengikuti kekasihNya Sayyidina Muhammad SAW. Oleh karena itu mengikuti Rasulullah SAW adalah sesuatu yang diperintah oleh Allah SWT, sehingga memenuhi panggilan beliau merupakan hal yang wajib dalam keadaan apapun, sebagaimana diriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari ketika seorang sahabat sedang melakukan shalat, di saat itu Rasulullah SAW memanggilnya, namun dia melanjutkan shalatnya kemudian setelah selesai ia mendatangi Rasulullah SAW, lantas Rasulullah SAW bertanya kepadanya : 

“Kemanakah engkau, aku memanggilmu namun kau tidak juga datang?”, maka ia menjawab : “Wahai Rasulullah tadi aku sedang melakukan shalat”, kemudian Rasulullah SAW menjawab : “Bukankah Allah SWT telah berfirman” :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
(الأنفال : 24 )

“ Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasulullah apabila Rasul menyeru kalian kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kalian, dan ketahuilah sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya lah kamu akan dikumpulkan”. ( QS. Al Anfaal : 24 )

Maka menjawab panggilan Rasulullah SAW harus dijawab, dimana seruan beliau SAW menghidupkan jiwa untuk lebih dekat kepada Allah SWT,untuk lebih suci dan luhur, serta menjauh dari perbuatan dosa, demikianlah makna dari setiap panggilan Rasulullah SAW. Kita ketahui bahwa Allah SWT adalah Dzat Yang Maha Tunggal dan Abadi, yang membuka rahasia-rahasia keluhuran sepanjang waktu dan zaman, menganugerahkan kenikmatan untuk manusia dalam kehidupan dunia ini, namun manusia hanya akan merasakannya dalam waktu yang sangat singkat yang selanjutnya akan meninggalkannya, kemudian kelak di hari kiamat akan dimintai pertanggungjawaban atas usia yang telah diberikan kepada mereka selama di dunia, yang telah dipinjami nafas dan jasad dengan panca inderanya, akan setiap kenikmatan yang diberikan kepada mereka ketika di dunia. Sehingga keberuntungan besar bagi orang-orang yang mendapatkan pengampunan dari Allah SWT, dan mereka itu adalah orang-orang yang mendatangi dan mengikuti panggilan Allah dan RasulNya. Adapun kehadiran kita di majelis-majelis Maulid merupakan seruan nabi Muhammad SAW kepada kita untuk mendekat kepada Allah SWT dan menjauhi hal-hal yang dimurkai Allah, dan jika ada orang yang hadir diantara kita di majelis ini karena niat yang jelek atau ingin berbuat hal-hal yang membuat Allah murka, maka ketahuilah bahwa niat buruknya akan menjerumuskannya ke dalam kehinaan, sebagaimana disebutkan dalam sebuah atsar (perkataan atau perbuatan para sahabat Rasulullah SAW), yang tertulis di dalam kitab Mamlakah Al Quluub oleh guru mulia Al Musnid Al ‘Arif billah Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafizh bahwa dalam setiap niat baik dari perbuatan manusia maka Allah SWT akan membukakan baginya 30 pintu kebaikan, sebaliknya jika ia berniat buruk dalam suatu perbuatan maka Allah akan membukakan 30 pintu keburukan baginya. Maka bukalah pintu-pintu kebaikan itu dengan memperbanyak niat yang baik. Oleh karena itu Rasulullah SAW bersabda :

 إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

“ Sesungguhnya perbuatan (tergantung) dengan niatnya”

Semakin luhur niat seseorang dalam perbuatannya, maka akan semakin mulia anugerah yang akan didapatkannya dari Allah SWT, sebaliknya semakin buruk niat dalam perbuatannya maka akan semakin terjatuh dalam jurang kehinaan. Allah SWT berfirman :

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ ، ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ ، إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
( التين : 4-6 )

“ Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya”. ( QS. At Tiin : 4-6 )

Sungguh mereka akan dikembalikan kepada sehina-hinanya tempat kecuali orang-orang yang beriman, dan mereka itu adalah pengikut Sayyidina Muhammad SAW, yang mengerjakan kebaikan dengan tuntunan beliau SAW, dimana balasan untuk mereka adalah pahala dari Allah yang tiada terputus. Demikian jauh perbedaan antara orang yang taat kepada Allah dan orang yang tidak taat kepadaNya. Maka perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan oleh manusia akan membuka rahasia rahmat Allah SWT. Sebagaimana diriwayatkan di dalam Shahih Muslim bahwa Rasulullah SAW bersabda :

حُوسِبَ رَجُلٌ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَلَمْ يُوجَدْ لَهُ مِنْ الْخَيْرِ شَيْءٌ إِلَّا أَنَّهُ كَانَ رَجُلًا مُوسِرًا وَكَانَ يُخَالِطُ النَّاسَ وَكَانَ يَأْمُرُ غِلْمَانَهُ أَنْ يَتَجَاوَزُوا عَنْ الْمُعْسِرِ فَقَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: نَحْنُ أَحَقُّ بِذَلِكَ مِنْهُ تَجَاوَزُوا عَنْهُ (صحيح المسلم )

“Akan dihisab seseorang dari umat sebelum kalian, maka tidak didapati sedikitpun kebaikan pada dirinya kecuali ia adalah orang yang mempermudah (jika berurusan dengan orang lain), serta ia bergaul dengan orang-orang, dan ia menyuruh budaknya untuk memberikan kelapangan atau kemudahan (memaafkan) kepada orang yang dalam kesulitan. Maka, Allah ‘azza wajalla berfirman: “Kami lebih berhak terhadap hal tersebut dari padanya, berilah kelapangan untuknya (maafkan dia )”. ( Shahih Muslim)

Dan Rasulullah SAW adalah panutan tunggal bagi kita, dimana beliau adalah orang yang paling berlemah lembut dari semua manusia, bahkan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersikap lemah lembut terhadap orang non muslim, sebagaimana disebutkan dalam Shahih Al Bukhari ketika seorang pemuda yahudi datang ke rumah Rasulullah SAW dan hendak tinggal bersama beliau kemudian diberinya izin sehingga ia tinggal di rumah Rasulullah SAW, dalam kesehariannya ia hidup dan makan serta minum bersama Rasulullah SAW, namun suatu waktu pemuda tersebut pergi dari rumah Rasulullah SAW, dan setelah ditanya ternyata pemuda itu sedang sakit dan pulang ke rumahnya. Maka Rasulullah SAW datang ke rumahnya, dan mendapatinya dalam keadaan sakaratul maut, kemudian Rasulullah SAW berkata : 

Ucapkanlah لاإله إلا الله محمد رسول الله “, maka pemuda tersebut memandang ayahnya yang juga seorang yahudi, karena melihat kebaikan dan kelembutan Rasulullah SAW, ayah pemuda itu berkata : “Taatilah Abu Al Qasim (Nabi Muhammad)”, lantas pemuda itu pun mengucapkan لا إله إلا الله محمد رسول الله  kemudian meninggal. Ketika itu Rasulullah SAW merasa sangat gembira dan keluar dari rumah itu dengan wajah yang terang benderang, maka salah seorang sahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, apa yang telah membuatmu sangat gembira?”, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “ Alhamdulillah pemuda itu telah mendapatkan hidayah dari Allah SWT”.  

Sungguh mulia budi pekerti Sayyidina Muhammad SAW.

Sumber : majelisrasulullah.org

Surat-surat Rasulullah SAW untuk Raja-raja


Semua surat-surat Nabi SAW yang dikirim kepada raja dan penguasa dunia disambut dengan baik dan sangat dihargai sekali oleh mereka kecuali surat beliau yang dikirim kepada Kisra atau Khosrau II (Penguasa Persia). Setibanya surat beliau dan sehabis dibaca surat beliau dirobek robek oleh Khosrau. Rasulullah berdoa: “Ya Allah robek robeklah kerajaannya”.

Kalau kita membaca isi surat surat Nabi SAW yang dikirim untuk penguasa penguasa dunia kita bisa lihat dengan jelas bahwa Rasulullah SAW adalah seseorang yang ahli berdiplomasi dan sangat pintar bersiasat. Kita bisa lihat bahwa beliau sangat menghargai dan memuliakan kedudukan mereka sebagai penguasa dunia.

1- Surat Nabi SAW untuk Raja Negus (Penguasa Ethiopia)


Isi surat:
Dari Muhammad utusan Islam untuk An-Najasyi, penguasa Abyssinia (Ethiopia). Salam bagimu, sesungguhnya aku bersyukur kepada Allah yang tidak ada Tuhan kecuali Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, dan aku bersaksi bahwa Isa putra Maryam adalah ruh dari Allah yang diciptakan dengan kalimat Nya yang disampaikan Nya kepada Maryam yang terpilih, baik dan terpelihara. Maka ia hamil kemudian diciptakan Isa dengan tiupan ruh dari-Nya sebagaimana diciptakan Adam dari tanah dengan tangan Nya. Sesungguhnya aku mengajakmu ke jalan Allah. Dan aku telah sampaikan dan menasihatimu maka terimalah nasihatku. Dan salam bagi yang mengikuti petunjuk.

2- Surat Nabi SAW untuk Raja Heraclius (Kaisar Romawi)


Isi surat:
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad utusan Allah untuk Heraclius Kaisar Romawi yang agung. Salam bagi siapa yang mengikuti petunjuk. Salain dari pada itu, sesungguhnya aku mengajak kamu untuk memeluk Islam. Masuklah kamu ke agama Islam maka kamu akan selamat dan peluklah agama Islam maka Allah memberikan pahalah bagimu dua kali dan jika kamu berpaling maka kamu akan menanggung dosa orang orang Romawi.  “Katakanlah: Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. Al-Imron : 64

3- Surat Nabi SAW untuk Raja Khosrau II (Penguasa Persia)


Isi surat:
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad utusan Allah untuk Khosrau, penguasa Persia yang agung. Salam bagi orang yang mengikuti petunjuk, beriman kepada Allah dan RasulNya, dan bagi orang yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah, Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan bagi yang bersaksi bawha Muhammad itu hamba Nya dan utusan Nya. Aku mengajakmu kepada panggilan Allah sesungguhnya aku adalah utusan Allah bagi seluruh manusia supaya aku memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya) dan supaya pastilah (ketetapan azab) terhadap orang-orang kafir. Peluklah agama Islam maka kamu akan selamat. Jika kamu menolak maka kamu akan menanggung dosa orang orang Majusi.

4- Surat Nabi SAW untuk Al-Muqawqis (Penguasa Mesir)


Isi surat:
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad bin Abdullah utusan Allah, untuk al-Muqawqis penguasa Mesir yang agung. Salam bagi siapa yang mengikuti petunjuk. Selain dari pada itu, aku mengajakmu kepada panggilan Allah. Peluklah agama Islam maka kamu akan selamat dan Allah akan memberikan bagimu pahala dua kali. Jika kamu berpaling maka kamu akan menanggung dosa penduduk Mesir.“.

Setelah al-Muqawqis membaca surat Nabi SAW, ia membalas surat beliau dan memberikan kepada beliau dua hadiah. Hadiah pertama berupa dua budak belian bernama Maria binti Syam'un al-Qibthiyyah yang dimerdekakan Nabi SAW dan menjadi istri beliau, darinya Rasulullah SAW mendapatkan seorang anak yang diberi nama Ibrahim (wafat semasih kecil), nama ini diambil dari nama kakek beliau Nabi Ibrahim AS. Dan budak kedua adiknya sendiri Sirin binti Syam'un Al-Qibthiyyah yang dikawini Hassan bin Tsabit RA, sastrawan unggul pada zaman Nabi SAW. Hadiah kedua berupa kuda untuk tunggangan beliau.

Doa Rukun-rukun Wudlu


1. Do’a saat Mencuci kedua telapak tangan
أَللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْيُمْنَى وَالْبَرَكَةَ وَأَعُوْذُبِكَ مِنَ الشُّؤْمِ وَالْهَلَكَةِ
2. Do’a saat berkumur
أَللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ
3. Do’a saat menghirup air kehidung
أَللَّهُمَّ أَرِحْنِى رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَأَنْتَ عَنِّى رَاضٍ
4. Do’a saat mengeluarkan air dari hidung
أَللّهُمَّ إِنِّى أَعُوْذُبِكَ مِنْ رَوَائِحِ النَّارِ وَسُوْءِ الدَّارِ
5. Do’a saat membasuh muka setelah niat wudlu
أَللَّهُمَّ بَيِّضْ وَجْهِى يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوْهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوْهٌ
6. Do’a saat membasuh tangan kanan
أَللَّهُمَّ أَعْطِنِى كِتَابِى بِيَمِيْنِى وَحَاسِبْنِى حِسَابًا يَسِيْرً
7. Do’a saat membasuh tangan kiri
أَللَّهُمَّ لَاتُعْطِنِى كِتَابِى بِشِمَالِى وَلَامِنْ وَرَاءِ ظَهْرِىْ
8. Do’a saat membasuh Kepala
أَللَّهُمَّ حَرِّمْ شَعْرِى وَبَشَرِى عَلَى النَّارِ
9. Do’a saat membasuh telinga
أَللَّهُمَّ اجْعَلْنِى مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ
10.Do’a saat membasuh tengkuk
أَللَّهُمَّ فُكَّ رَقَبَتِى مِنَ النَّارِ وَأَجِرْنِى مِنَ السَّلَاسِلِ وَالْأَغْلَالِ
11.Do’a saat membasuh kaki
أَللَّهُمَّ ثَبِّتْ قَدَمَيَّ عَلَى الصِّرَاطِ يَوْمَ تَـزِلُّ الْأَقْدَامِ

دعاء بعد الوضوء
أَشْهَدُ أَلَّاإِلَهَ إِلَّااللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَشُوْلُهُ. أَللَّهُمَّ اجْعَلْنِى مِنَ التَّوَّابِيْنَ وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ. وَاجْعَلْنِيْ مِنْ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ. سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَلَّا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَاَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمْ.

Catatan :

1. Wudlu yang baik/sempurna akan membawa kepada sholat yang baik/sempurna/khusyu'.
1. Air wudlu jangan di basuh dengan handuk atau pun di'kipakno' (dicipratke), karena setiap tetes air yang menetes secara alami akan menjadi malaikat.
2. Air wudlu yang dibasuh atau 'dicipratke' akan menjadi syaithan yang akan mengganggu.

3.  Ketika berdoa setelah wudlu disunatkan untuk menghadap ke atas, agar anggota tubuh yang tertarik ke bawah saat wudlu dapat tertarik seperti semula. Selain itu seseorang yang baru wudlu akan selalu dipandang oleh Allah SWT.
4. Setelah berdoa di atas, sambil menuju ke tempat sholat sambil membaca surah al Qadr sebanyak 1 x.

Rabu, 19 September 2012

Awal dari Petunjuk


Petunjuk Allah Swt itu jangan ditunggu diam saja tanpa berusaha apapun! Sebab petunjuk dari Allah Swt itu harus diusahakan dengan menuntut ilmu kepada orang-orang yang diakui keilmuannya, diakui rantai ilmunya bersambung kepada Rasulullah Muhammad Saw lewat para pendahulu kita dan diakui juga amalnya sesuai dengan perkataannya.

Tidak bisa kita diam saja di rumah tanpa usaha tapi berharap menjadi orang yang bertaqwa sebab taqwa butuh amal, sedangkan amal butuh ilmu. Tanpa ilmu tidak akan bisa beramal, tanpa amal bagaimana mungkin kita menjadi orang yang bertaqwa?

Awal dari petunjuk Allah Swt adalah syari’at lalu kemudian berujung kepada ibadah.

Ilmu dibutuhkan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt, lewat usaha kita menuntut ilmu maka ini berarti kita sedang menjemput petunjuk dari Allah Swt. Awal ilmu adalah mencari tahu tentang aturan-aturan untuk beramal, lalu sesudah itu lanjutkan dengan mengamalkannya dengan sekuat tenaga. Ketika hati kita tidak menolak pada saat dihadapkan kepada amal-amal ibadah yang mengantarkan kita kepada jalan yang lurus tersebut maka lakukan amal-amal itu, jangan berhenti teruskan terjun ke lautan ilmu!

Tapi tatkala hati kita menolak atau menunda-nunda ketika dihadapkan kepada amal-amal ibadah maka ada yang belum benar dengan niat kita, berhati-hatilah jangan sampai kita menjadi orang yang terus menuntut ilmu tanpa diamalkan.

Wawancara Cahaya Sufi dengan Prof. KH Ali Yafie tentang Tasawuf


Prof. KH Ali Yafie melihat banyak pelajaran yang tetap relevan diteruskan sekarang dan untuk masa depan dari tradisi tasawuf dan tarekat sekaligus. Mantan ketua MUI ini pun menyarankan, pengertian tasawuf harus disederhanakan agar gerakan sufisme menjadi lebih efektif dan mudah dipraktekkan. "Terlebih dalam suasana dimana nafsu liar telah menguasai kebanyakan umat manusia, kita perlu menyederhanakan pengertian tasawuf itu agar nilai moral yang dikandungnya mudah diserap dan gampang dipraktekkan," begitu katanya dalam satu kesempatan.

Secara diam-diam, Guru Besar Universitas Islam Asy-Syafi'iyyah ini ternyata tengah mengembangkan rumusan ajaran tasawuf yang lebih sederhana dan mudah dijalankan. Disebuah pesantren yang dimpinnya, dibilangan Desa Sukamaju, Kadudampit, Sukabumi, Jawa Barat, Prof. KH Ali Yafie mencoba untuk membumikan kembali rumusan nilai-nilai sufisme dalam konteks kekinian dan kedisinian.

Bagaimana pandangan Prof. KH. Ali Yafie melihat realitas sosial kehidupan bangsa akhir belakangan ini, sejauh mana pengaruh nafsu liar itu berpengaruh pada aktifitas dan kreatifitas bangsa ini, apa maksud nilai-nilai tasawuf yang disederhanakan serta bagaimana langkah riil yang dipilihnya untuk membumikan tasawuf dalam konteks kekinian dan kedisinian, berikut wawancara Cahaya Sufi dengan Ketua Badan Pengelola Pesantren Kepemimpinan Amanah beberapa waktu lalu:

Cahaya Sufi (CS):
Bagaimana komentar Anda menyaksikan nasib buruk yang seolah tidak berkesudahan di alami bangsa ini?

Ali Yafie (AY):
Sangat memprihatinkan.

CS:
Maksud Anda?

AY:
Kondisi umat semakin parah. Sekarang kita menjumpai banyak orang yang tak punya rasa malu. Ada orang yang menipu dengan rasa bangga. Ada orang yang sehari-hari berbicara rohani, tapi inti hidupnya jauh dari atmosfir rohani. Ada orang yang tiap saat berbicara keadilan tapi kredo hidupnya sangat memusuhi dan bertentangan dengan keadilan. Ada orang yang tiap saat bicara sikap anti kekerasan tapi hidupnya memuja kekerasan. Ada orang yang tiap hari bicara kemanusiaan tapi watak dasarnya anti kemanusiaan. Rakyat menjadi saksi digantikannya para koruptor dengan koruptor-koruptor yang lain. Sejarah berputar dari mulut singa ke mulut buaya.

CS:
Bukankah masyarakat kita masyarakat yang religius dan dakwah di stasiun televisi juga marak?


AY:
Betul, tapi sayang, pemahaman keagamaan masyarakat kita masih sangat dangkal sekali. Dan ini yang membuat setiap keputusan yang diambil lebih karena hawa nafsunya masing-masing. Ya, seleranya sendiri-sendiri, organisasinya sendiri, partainya sendiri. Akibatnya semua yang dilakukan terasa seperti buru-buru dan dangkal sekali. Kaum pemikir pun berpikir sangat buru-buru dan rela membayar mahal berupa kehilangan kedalaman renungan. Para penentu kebijakan merumuskan kebijakan secara buru-buru dan darurat. Target sasaran meleset. Dan suasana dakwah keagamaan kita, dakwah lewat televisi maupun diatas mimbar, dimana-mana didominasi sikap serba normatif.

CS:
Implikasi berikutnya?

AY:
Nafsu itu senanitasa diliputi oleh prilaku buruk dan ia memiliki karakter untuk selalu menyimpang dari etika yang ada. Hal inilah yang juga menyebabkan antar anak-anak bangsa semakin sulit bersikap toleran. Bahkan di dalam hidup beragama akhirnya kita kesulitan menemukan kenyamanan berkreatifitas dan kehangatan dalam beribadah. Semua ini terjadi karena dorongan hawa nafsu yang menjerumuskan kebanyakan kita haus publisitas. Haus publisitas menafikan kerendah-hatian, lalu muncullah fantasi dan kesombongan.

CS:
Bisa jelaskan kategorisasi nafsu dalam Al-Quran?

AY:
Al-Quran menyebut tiga jenis nafsu; Pertama, nafsul ammaarah (Q.S. Yusuf: 53; red). Kedua, nafsul lawwaamah (Q.S. Al-Qiyamah: 1 -2). Ketiga, nafsul muthmainnah (Q.S. Al-Fajr: 2 - 8; red).

CS:
Penjabarannya bagaimana?

AY:
Nafsul ammaarah itu adalah nafsu yang tak terkendali, akibat dari kehilangan sistem kontrol akal. Orang yang terjerat dalam Nafsul ammaarah umumnya tak memiliki rasa sesal ketika melakukan dosa dan ia enjoy dengan maksiat yang di kerjakannya.

Nafsul lawwaamah adalah nafsu yang tak terkendali, akibat dari lemahnya sistem kontrol akal yang dimilikinya. Orang yang berada dibawah kendali nafsu macam ini senang berbuat dosa tapi menyesal setelah dosa ia lakukan.

Nafsul muthmainnah adalah nafsu yang benar-benar terkendali. Orang yang memiliki nafsu model ini jiwanya sudah stabil dan tak mudah goyah. Ia menghadap keharibaan Ilahi penuh dengan kebersihan hati.

Masih berkaitan dengan nafsu, pernah satu hari selepas pulang dari perang badar, nabi bersabda:
"roja'naa minal jihaadil ashghar ilaa jihaadil akbar" (Kita telah kembali pulang dari jihad terkecil menuju jihad terbesar).

Salah seorang sahabat bertanya: "Wamaa hiya jihaadul akbar ?" (Apa yang engkau maksud dengan jihad terbesar, ya Rasul ?).

Nabi pun menjawab: "Jihaadun nafsi" (perang melawan hawa nafsu).

CS:
Dimana titik temunya dengan penjelasan anda tentang nafsu di atas?

AY:
Benar, asbabul wurud (sebab turunnya hadis; red) hadis itu muncul seusai perang Badar. Dan anda perhatikan untuk perang badar yang dahsyat itu, Rasulullah masih mengkategorikannya sebagai perang terkecil, sedang untuk perang melawan hawa nafsu, Rasulullah menyifatinya dengan perang yang maha besar. Ini artinya bahwa perang melawan hawa nafsu itu jauh lebih dahsyat ketimbang perang bertempur melawan musuh yang kasat mata. Ini pula berarti, bahwa genderang perang melawan hawa nafsu harus terus ditabuh setiap waktu dan ini harus terjadi pada setiap diri.

CS:
Mengapa harus ada kategorisasi "jihad Ashgor" dan "jihad akbar"?

AY:
Dalam khazanah Islam ada beberapa bentuk aktifitas yang memiliki akar kata yang sama dengan istilah "jihad". Kata "jihad" itu berasal dari aljuhdu yang artinya kerja keras, mengerahkan segenap kemampuan secara optimal. Dari aljuhdu melahirkan tiga cabang kata, yaitu mujahadah, jihad dan ijtihad.

CS:
Penjelasannya seperti apa?

AY:
Mujahadah adalah mengerahkan segenap kemampuan mental spiritual dalam memerangi syetan dan hawa nafsu.

Jihad adalah mengerahkan segenap kemampuan fisik-materi dalam membela kebenaran (agama) Islam.

Ijtihad adalah mengerahkan segenap kemampuan berpikir untuk mencapai suatu kebenaran.
Nah, ketiga hal ini merupakan satu kesatuan yang harus dijalankan oleh setiap muslim. Semua potesi mental, fisik dan intelektual harus dikerahkan seoptimal mungkin untuk menegakkan agama Allah.

CS:
Tapi kenapa beberapa kelompok muslim mudah sekali mengklaim bahwa apa yang dilakukannya jihad sambil menunjukkan sikap arogansi mereka?

AY:
Nah itu dia yang saya katakan tadi, pemahaman keagamaan umat kita masih dangkal sekali. Padahal jihad dalam arti perang sabil terkandung di dalamnya juga aspek jihad melawan hawa nafsu. Buat orang-orang yang terlalu bernafsu untuk berjihad, tanpa didukung kualitas mental yang prima, akan melahirkan sikap merasa paling benar sendiri, sok gagah, merasa paling membela Allah. Jihad dalam arti perang sabil harus diawali dengan kemampuan jihad melawan hawa nafsu. Sehingga jihad dalam arti perang sabil mampu menarik empati kawan dan lawan.

CS:
Realitas diatas apa lahir dari fiqh oriented?

AY:
O, tidak ! Tetap, penyebabnya adalah karena kedangkalan pemahaman keagamaan sebagian saudara-saudara kita, bukan karena fiqh nya.

(Prof. KH. Ali Yafie diam sejenak, merunduk menarik nafas, dengan mata berbinar seolah menahan kesalah-pahaman yang selama ini terjadi ditengah umat, lalu melanjutkan penjelasan)
Kalau orang mau mengkaji kitab-kitab fiqh (yang ada dalam kitab-kitab kuning) kita tidak menemukan shalat yang mula-mula diperkenalkan. Tidak ada fiqh yang bab pertamanya shalat. Fiqh itu bab pertamanya tentang kebersihan atau thaharah.

Lalu mengenai bab kebersihan (babuth thaharah) ini dimulai dengan pembahasan tentang air. Air bersih! Nah sekarang dunia sadar kan? Kepentingan manusia sehat itu ya air bersih. Jadi betapa hebatnya ilmu fiqh itu kalau bisa ditangkap jiwanya. Karenanya tidak ada pertentangan antara syari'at dan tarekat. Syarat bersih lahir ada pada fiqh, sedang bersih batin terdapat pada tasawuf. Jadi keduanya merupakan satu keutuhan dan tidak bisa dipisah-pisah. Fiqh macam ini disebut tafaqquh fiddin, memahami agama secara benar lalu mengamalkan secara benar.

CS:
Untuk itu Anda, bersama rekan, mendirikan pesantren ini?
(Dengan tawa khas seorang alim yang bijak, kiyai bersahaja ini menjawab)

AY:
Saya dan kawan-kawan hanya melengkapi tawaran lain untuk menjawab problem kehidupan umat yang semakin individualis dan materialis. Pesantren ini didirikan untuk mengembangkan potensi mental, fisik dan spiritual umat. Materi, kajian dan sistem belajar mengajar yang ada di pesantren ini berbeda dengan pesantren-pesantren umumnya.

CS:
Apa secara spesifik, kajian tasawuf juga diajarkan di pesantren yang anda bina?

AY:
Ya, tapi tasawuf yang sudah saya sederhanakan.

CS:
Kenapa harus disederhanakan?

AY:
Kita melihat pemahaman tasawuf dan tradisi sufisme di kalangan pesantren-pesantren konvensional amat bagus sekali, tapi ketika harus disampaikan kepada masyarakat metropolis ia butuh kemasan yang dibutuhkan bagi masyarakat metropolis. Nah ketika di tengah masyarakat metropolis terjadi "kemelekan spiritual" saya dan kawan-kawan di pesantren ini mencoba untuk "membumi"-kan-nya kembali. Kita tanamkan pengertian bahwa yang namanya tasawuf itu adalah membina pola hidup bersih, sederhana, dan mengabdi. Sederhana sekali rumusnya, bukan?

Bersih dalam pengertian utuh, bukan cuma jasmani tapi juga bersih ruhani, fikiran dan bersih niat. Itu kebersihan yang utuh.

Tentang pola sederhana kita sampaikan bahwa sederhana itu tidak boros, tidak bermewah-mewah, bukan berarti harus hidup miskin, tidak ! Artinya hidup berkecukupan yang terhormat. Dan ini yang namanya sederhana.

Begitu pula dengan pemahaman mengabdi, mengabdi artinya tidak hidup untuk dirinya sendiri. Hidup juga untuk orang lain. Itulah yang kita bina disini.

Tasawuf yang seperti itu yang kita sampaikan di pesantren ini. Pendek kata, kita sederhanakan pengertian tasawuf itu agar mudah diserap dan mudah dipraktekkan, yang penting ada kesungguhan.

CS:
Kami lihat di sekitar pesantren ada semacam flying fox, sungai track, ladang persawahan, perkebunan, perkemahan, kolam ikan dan tempat pembuatan gula aren, apa itu semua bagian dari tasawuf yang disederhanakan?

AY:
Ya, semua itu sarana untuk mengeleminir atau alat bantu untuk belajar menaklukkan kecenderungan mencapai keinginan pribadi, kenikmatan sensual, kesenangan jasmaniah, bersenang-senang, keinginan untuk diperhatikan, diistimewakan dan dianggap sebagai orang yang paling penting. Pendek kata, sebagai media belajar untuk menaklukkan hawa nafsu dan meletakkan akal sehat di atas tiga kekuatan yang bermuara pada hawa nafsu.

CS:
Dengan tradisi tarekat?

AY:
Yang namanya tarekat itu banyak yang sifatnya kondisional. Artinya sesuai dengan kondisinya pada masanya. Dan sebenarnya kalau kita kaji lebih dalam dan kita buat perbandingan-perbandingan, semua tarekat itu punya kesamaan di dalam prinsip. Mirip juga dengan prinsip yang kita kembangkan di sini (pesantren yang beliau pimpin, maksudnya; red).


CS:
Apa misalnya?

AY:
Yang dominan itu dalam tarekat itu wirid. (Wirid merupakan latihan spiritual berupa pengucapan doa-doa dan Nama-nama Tuhan. Wirid diberikan kepada murid oleh mursyidnya untuk diamalkan setiap hari; red). Kalau kita telusuri wirid-wirid dalam beberapa tarekat seolah ada ada kesepakatan dalam unsur.

Ada tiga unsur yang terdapat di semua tarekat, yaitu :
1. Unsur istighfar, formulasinya macam-macam, ada astaghfirullah, ada robbighfirlii. Formulasinya beda tapi intinya istighfar. Istigfar itu adalah wujud dari pembersihan rohani.
2. Unsur shalawat karena kalau dikaitkan Rasulullah itu contoh yang baik, jadi jiwa kita harus dekat dengan Rasulullah, dengan shalawat. Semua tarekat itu punya shalawat meski formatnya berbeda-beda. Tapi semuanya pakai shalawat.
3. Yang terakhir itu tahlil, kalimat laailaahaillallah. Kalimat ini merupakan prinsip yang paling mengakar didalam Islam.

Jadi, ketiga-tiganya itu ada di semua tarekat cuma formulasinya lain, metodologinya lain, cuma itu bedanya.

Dan di sini kita menggunakan istilah-istilah spiritual journey, spiritual update, siyahah ruhiyyah dan istilah lain yang mengandung unsur muhasabah (muhasabah adalah analisis terus menerus atas hati berikut keadaannya yang selalu berubah; red), muraqabah (istilah muraqabah diterapkan pada konsentrasi penuh waspada, dengan segenap kekuatan jiwa, pikiran dan imajinasi, serta pemeriksaan dengan sang hamba mengawasi dirinya sendiri dengan cermat; red) dan mujahadah (mujahadah adalah perjuangan dan upaya spiritual melawan hawa nafsu dan berbagai kecenderungan jiwa rendah atau nafs, ia juga merupakan Perang Suci Besar yang menggunakan berbagai senjata samawi dalam bentuk mengingat Allah; red).

CS:
Nampaknya anda memahami sekali tragedi nafsu manusia moderen?

AY:
Sudah menjadi tugas kita semua untuk membangun kerangka peradaban secara utuh, lengkap dengan "daging" dan "ruh"nya. Aneka insiden tragedi nafsu manusia moderen harusnya membuka kesadaran kita bahwa nilai-nilai spiritual harus disampaikan secara utuh, lengkap dengan sosok dan contohnya (keteladanan; red). Jangan sampai terjadi, ketika hawa nafsu telah menjadi siksaan kolektif yang tak bisa dihindari manusia moderen, mereka seolah sulit sekali menemukan tawaran nilai di tengah kehidupan.